LAPORAN LENGKAP
NAMA : Nursyamsuduha
KELAS/ KLP : 3c/ c.2.3
NIS : 1 1 4722
TNGGAL MULAI : 7 / 10 / 2013
TANGGAL SELESAI : 7 / 10 / 2013
JUDUL PENETAPAN : Bilangan Peroksida
TUJUAN PENETAPAN : Untuk menguji ketengikan Minyak
DASAR PRINSIP : Bilangan Peroksida sebagai jumlah asam lemak teroksidasi ditentukan berdasarkan jumlah iodine (I2) yang terbentuk dari reaksi peroksida dalam minyak dengan ion iodine (I-) yang sebanding dengan kadar peroksida sampel.
REAKSI :
LANDASAN TEORI :
Tahukah anda apa itu angka peroksida??
Angka peroksida atau bilangan peroksida merupakan suatu metode yang biasa digunakan untuk menentukan degradasi minyak atau untuk menentukan derajat kerusakan minyak.
Berapa standar mutu minyak goreng yang baik bagi tubuh??
Di Indonesia standar mutu minyak goreng ditentukan melalui SNI 01-3741-1995 yaitu sebagai berikut :
Bilangan peroksida adalah indeks jumlah lemak atau minyak yang telah mengalami oksidasi Angka peroksida sangat penting untuk identifikasi tingkat oksidasi minyak. Minyak yang mengandung asam- asam lemak tidak jenuh dapat teroksidasi oleh oksigen yang menghasilkan suatu senyawa peroksida. Cara yang sering digunakan untuk menentukan angka peroksida adalah dengan metoda titrasi iodometri. Penentuan besarnya angka peroksida dilakukan dengan titrasi iodometri.
Salah satu parameter penurunan mutu minyak goreng adalah bilangan peroksida. Pengukuran angka peroksida pada dasarnya adalah mengukur kadar peroksida dan hidroperoksida yang terbentuk pada tahap awal reaksi oksidasi lemak. Bilangan peroksida yang tinggi mengindikasikan lemak atau minyak sudah mengalami oksidasi, namun pada angka yang lebih rendah bukan selalu berarti menunjukkan kondisi oksidasi yang masih dini. Angka peroksida rendah bisa disebabkan laju pembentukan peroksida baru lebih kecil dibandingkan dengan laju degradasinya menjadi senyawa lain, mengingat kadar peroksida cepat mengalami degradasi dan bereaksi dengan zat lain Oksidasi lemak oleh oksigen terjadi secara spontan jika bahan berlemak dibiarkan kontak dengan udara, sedangkan kecepatan proses oksidasinya tergantung pada tipe lemak dan kondisi penyimpanan. Minyak curah terdistribusi tanpa kemasan, paparan oksigen dan cahaya pada minyak curah lebih besar dibanding dengan minyak kemasan. Paparan oksigen, cahaya, dan suhu tinggi merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi oksidasi. Penggunaan suhu tinggi selama penggorengan memacu terjadinya oksidasi minyak. Kecepatan oksidasi lemak akan bertambah dengan kenaikan suhu dan berkurang pada suhu rendah.
Peroksida terbentuk pada tahap inisiasi oksidasi, pada tahap ini hidrogen diambil dari senyawa oleofin menghasikan radikal bebas. Keberadaan cahaya dan logam berperan dalam proses pengambilan hidrogen tersebut. Radikal bebas yang terbentuk bereaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksi, selanjutnya dapat mengambil hidrogen dari molekul tak jenuh lain menghasilkan peroksida dan radikal bebas yang baru.
Peroksida dapat mempercepat proses timbulnya bau tengik dan flavor yang tidak dikehendaki dalam bahan pangan. Jika jumlah peroksida lebih dari 100 meq peroksid/kg minyak akan bersifat sangat beracun dan mempunyai bau yang tidak enak. Kenaikan bilangan peroksida merupakan indikator bahwa minyak akan berbau tengik.
Minyak atau lemak bersifat tidak larut dalam semua pelarut berair, tetapi larut dalam pelarut organik seperti misalnya : petroleum eter, dietil eter, alkohol panas, khloroform dan bensena. Dimana asam lemak rantai pendek sampai panjang rantai atom karbon sebanyak delapan bersifat larut dalam air. Makin panjang rantai sehingga akan terbentuk gugus karboksil yang tidak bermuatan. Kemudian dilakukan ekstraksi menggunakan pelarut non-polar seperti petroleum. Asam lemak jenuh sangat stabil terhadap oksidasi, akan tetapi asam lemak tidak jenuh sangat mudah terserang oksidasi. Dimana lemak tidak dapat meleleh pada satu titik suhu, akan tetapi lemak akan menjadi lunak pada suatu interval suhu tertentu. Hal ini disebabkan karena pada umumnya lemak merupakan campuran gliserida dan masing-masing gliserida mempunyai titik cair sendiri-sendiri (Tranggono & Setiaji, 1989).
Lemak dan minyak hampir terdapat dalam semua bahan pangan dengan kandungan yang berbeda-beda. Tetapi lemak dan minyak seringkali ditambahkan dengan sengaja ke bahan makanan dengan berbagai tujuan. Dalam pengolahan bahan pangan, minyak dan lemak berfungsi sebagai media penghantar panas, seperti minyak goreng, shortening (mentega putih), lemak (gajih), mentega dan margarin. Di samping itu penambahan lemak dimaksudkan untuk menambah kalori serta memperbaiki tekstur dan cita rasa bahan pangan. Lemak hewani mengandung banyak sterol yang disebut kolesterol sedangkan lemak nabati mengandung fitosterol dan lenih banyak mengandung asam lemak tidak jenuh sehingga umumnya berbentuk cair (Winarno, 1997).
Mentega menurut Winarno (1997), lemak dari susu terdiri dari trigliserida-trigliserida butirat, dimana asam lemak butirat dan kapoat dalam keadaan bebas akan menimbulkan bau dan rasa tidak enak. Kerusakan lemak yang utama adalah timbulnya bau dan rasa tengik yang disebut proses ketengikan. Hal ini disebabkan oleh otooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh dalam lemak. Otooksidasi dimulai dengan pembentukan radikal-radikal bebas yang disebabkan oleh faktor yang dapat mempercepat reaksi seperti cahaya, panas, peroksida lemak atau hidroperoksida, logam-logam berat seperti Cu, Fe, Co dan Mn. Bau tengik yang tidak sedap disebabkan oleh pembentukan senyawa-senyawa hasil pemecahan hidroperoksida. Kemudian dengan adanya radikal bebas ini dengan 02 membentuk peroksida aktif yang dapat membentuk hidroperoksida yang bersifat sangat tidak stabil dan mudah pecah menjadai senyawa dengan rantai karbon yang lebih pendek oleh radiasi energi tinggi, energi panas, katalis logam, atau enzim.
Titik asap (smoke point) adalah temperatur dimana sampel mulai berasap ketika berada di bawah kondisi spesifik. Cup di isi dengan minyak atau lemak yang mendidih dan dipanaskan di kontainer yang menyala. Titik asap (smoke point) pada temperatur yang rendah, diteruskan secara tajam oleh bluish smoke dan menjadi menurun. Tes ini memberikan reflek material organik yang volatil pada minyak dan lemak, terutama asam amino bebas dan sisa ekstraksi pelarut. Minyak penggorengan dan minyak olahan harus memiliki titik asap sekitar 2000C dan 3000C (Nielsen, 1998). Bila suatu lemak dipanaskan, pada suhu tertentuk timbul asap tipis kebiruan. Titik ini disebut titik asap (smoke point). Bila pemanasan diteruskan akan tercapai flash point, yaitu minyak mulai terbakar (terlihat nyala). Jika minyak sudah terbakar secara tetap disebut fire point. Suhu terjadinya smoke point ini bervariasi dan dipengaruhi oleh jumlah asam lemak bebas. Jika asam lemak bebas banyak, ketiga suhu tersebut akan turun. Demikian juga bila berat molekul rendah, ketiga suhu itu lebih rendah (Winarno, 1997).
Karena tiap jenis lemak berbeda smoke point-nya, lemak yang digunakan untuk menggoreng sebaiknya dipilih lemak yang tahan untuk membentuk asap pada temperatur yang digunakan untuk menggoreng. Lemak yang mengandung tambahan mono- dan di-gliserida cocok digunakan untuk membuat cake dan kurang sesuai jika digunakan untuk menggoreng karena pada lemak tersebut ditambahkan emulsifier pada titik asapnya. Faktor lain, selama penggorengan juga menghasilkan suatu perubahan pada titik asap. Perkembangan dari asam lemak bebas pada beberapa hidrolisis dari lemak selama penggorengan menyebabkan menururnnya titik asap (Bennion & Hughes, 1975).
Molekul-molekul lemak yang mengandung radikal asam lemak tidak jenuh mengalami oksidasi dan menjadi tengik. Bau tengik yang tidak sedap tersebut disebabkan pembentukkan senyawa-senyawa hasil pemecahan hidroperoksida. Menurut teori yang sampai kini masih dianut orang sebuah atom hidrogen yang terikat pada suatu atom karbon yang letaknya disebelah atom karbon lain yang mempunyai ikatan rangkap dapat disingkirkan oleh suatu kuantum energi sehingga membentuk radikal bebas. Kemudian radikal ini dengan oksigen membentuk peroksida aktif yang dapat membentuk hidroperoksida yang bersifat sangat tidak stabil dan mudah pecah menjadi senyawa dengan rantai karbon yang lebih pendek oleh radiasi energi tinggi, energi panas, katalis logam, atau enzim. Senyawa dengan rantai C lebih pendek ini adalah asam-asam lemak, aldehid-aldehid, dan keton yang bersifat volatil dan menimbulkan bau tengik pada lemak (Winarno, 1997)
Minyak goreng berfungsi sebagai pengantar panas, penambah rasa gurih dan penambah kalori bahan pangan. Mutu minyak goreng ditentukan oleh titik asapnya, yaitu suhu pemanasan minyak sampai terbentuk akrolein yang tidak diinginkan dan dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Hidrasi gliserol akan membentuk aldehida tidak jenuh atau akrolein tersebut. Makin tinggi titik asap makin baik mutu minyak goreng tersebut. Titik asap suatu minyak goreng tergantung dari kadar gliserol bebas. Lemak yang telah digunakan untuk menggoreng titik asapnya akan turun, karena telah terjadi hidrolisis lemak (Winarno, 1997).
Reaksi oksidasi bergantung pada banyak frekuensi reaksi dari lemak dalam bahan makanan. Ini biasanya terdiri oleh atmosfer oksigen, frekuensi yang sedikit oleh ozon, peroksida, logam dan agen oksidasi yang lain. Dalam penambahan untuk oksigen dan ozon, lemak dapat dirusak oleh pembentukan reaksi lain, seperti anion superoksida (O2) dan radikal (O2), radikal perhidrosilik (HO2), hidrogen peroksida dan hidrosil radikal (HO). Asam peroksida diproduksi oleh autoxidasi dari aldehid, dan mungkin reaksi dengan molekul lain dari produk aldehid asam karboksilat. Oksidasi langsung dari lemak oleh reaksi dengan ion logam sangat lambat dibawah kondisi normal tetapi mungkin menjadi penting seperti inisiator dari rantai radikal bebas autoxidasi karena ion Fe3+ atau Ca2- dapat di produksi raddikal bebas oleh reakssi dengan asam lemak tidak jenuh, dimana tahap oksidasi dari ion metal ditingkatkan dengan :
R – H + Cu2+ R + Cu + H
Ion mengandung logam yang diubah tahap oksidasinya oleh dua elektron (Pb4+, MnO42-, CrO42-) bereaksi dengan rantai ganda dari lemak tidak jenuh untuk membentuk asam hidroksi tetapi beberapa reaksi tidak disukai didalam produk makanan (Nielsen, 1998).
Bilangan peroksida adalah nilai terpenting untuk menentukan derajat kerusakan pada lemak dan minyak. Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida. Peroksida dapat ditentukan dengan metode iodometri. Cara yang sering digunakan untuk menentukan bilangan peroksida, berdasarkan pada reaksi antara alkali iodida dalam larutan asam dengan ikatan peroksida. Iod yang dibebaskan apda reaksi ini kemudian dititrasi dengan natrium tiosilfat. Penentuan peroksida ini kurang baik dengan cara iodometri biasa meskipun bereaksi sempurna dengan alkali iod. Hal ini disebabkan karena peroksida jenis lainnya hanya bereaksi sebagian. Di samping itu dapat terjadi kesalahan yang disebabkan oleh reaksi antara alkali iodida dengan oksigen dari udara (Ketoren, 1986).
Jenis minyak yang mudah teroksidasi adalah jenis minyak yang tidak jenuh. Semakin tidak jenuh asam lemaknya akan semakin cepat teroksidasi. Selain itu, faktor – faktor seperti suhu, adanya logam berat dan cahaya, tekanan udara, enzim dan adanya senyawa peroksida juga semakin mempercepat berlangsungnya oksidasi dan dengan demikian akan semakin cepat terjadi ketengikan. Berlangsungnya proses oksidasi tersebut dapat diamati dengan beberapa cara, salah satunya dengan mengamati jumlah senyawaan hasil penguraian senyawaan peroksida (asam – asam, alkohol, ester, aldehid, keton, dan sebagainya). Uji peroksida ini pada dasarnya mengukur kadar senyawaan peroksida yang terbentuk selama proses oksidasi. Cara ini biasa diterapkan untuk menilai mutu minyak tetapi cara ini sangat sulit diterapkan untuk jenis makanan yang berkadar lemak rendah (Syarief & Hariyadi, 1991).
Pada proses oksidasi ini akan dihasilkan sejumlah aldehid, asam bebas dan peroksida organik. Untuk mengetahui tingkat ketengikan dari minyak atau lemak, dapat dilakukan dengan menggunakan jumlah peroksida yang telah terbentuk pada minyak atau lemak tersebut. Lemak tidak jenuh khususnya oleat ternyata lebih cepat tengik dibandingkan lemak jenuh. Lemak yang tengik menimbulkan rasa tidak enak, bahkan pada beberapa individu dapat menimbulkan keracunan ringan, dan dapat merusak zat-zat lain yang ada dalam makanan seperti karoten, vitamin A dan vitamin E. Kerusakan minyak dan lemak selain disebabkan oleh proses oksidasi dapat juga disebabkan oleh proses hidrolisa. Pada proses hidrolisa dihasilkan gliserida dari asam-asam lemak berantai pendek (C4-C12) sehingga akan terjadi perubahan rasa dan bau menjadi tengik (Winarno, 1997).
Menurut Buckle et al. (1997) ada dua tipe kerusakan yang utama pada minyak dan lemak, yaitu :
Ketengikan terjadi bila komponen cita-rasa dan bau yang mudah menguap terbentuk sebagai akibat kerusakan oksidatif dari lemak dan minyak tak jenuh. Komponen-komponen ini menyebabkan bau dan cita-rasa yang tak diinginkan dalam lemak dan minyak produk-produk yang mengandung lemak dan minyak itu.
Hidrolisa minyak dan lemak menghasilkan asam-asam lemak bebas yang dapat mempengaruhi cita-rasa dan bau daripada bahan itu. Hidrolisa dapat disebabkan oleh adanya air dalam lemak atau minyak atau karena kegiatan enzim.
Hidrogenasi terjadi karena enzim lipase menghidrolisis lemak, memecahnya menjadi gliserol dan asam lemak. Lipase dapat terkandung secara alami pada lemak dan minyak, tetapi enzim itu dapat diaktivasi dengan pemanasan. Hidrogenasi minyak tumbuhan dilakukan untuk meningkatkan titik lebur dan untuk memperlambat oksidasi serta kerusakan rasa selama hidrogenasi. Beberapa asam lemak mengubah susunan alami bentuk cis menjadi trans, ketika minyak kelapa dihidrogenasi. Sehingga jumlah isomer trans asam lemak yang dibentuk, relatif sedikit daripada minyak tumbuhan lainnya. Lemak yang telah terhidrogenasi, titik asapnya akan meningkat karena lebih stabil terhadap pemanasan. Contoh produk hasil hidrogenasi lemak tumbuhan adalah margarin (deMan, 1997).
Menurut Soedarmo et al (1988), kerusakan karena proses hidrolisa terutama banyak terjadi pada minyak atau lemak yang mengandung asam lemak jenuh dalam jumlah cukup banyak seperti pada minyak kelapa yang mengandung asam laurat, sedangkan bau yang tengik ditimbulkan oleh asam lemak bebas yang terbentuk selama proses hidrolisa. Proses hidrolisa pada minyak atau lemak umumnya disebabkan oleh aktifitas enzim dan mikroba. Proses hidrolisa dapat dipercepat dengan kondisi kelembaban yang tinggi, kadar air tinggi serta temperatur tinggi. Proses hidrolisa pada minyak dan lemak akan menghasilkan ketengikan hidrolitik, dimana terjadi pembebasan asam-asam lemak yang mempengaruhi rasa dari minyak tersebut. Enzim yang dapat menimbulkan ketengikan hidrolitik adalah enzim lipase. Ketengikan pada minyak dan lemak nabati terjadi karena berkurangnya kandungan vitamin E (tocopherol) yang dapat berfungsi sebagai anti oksidan.
Angka peroksida merupakan cara pengujian yang paling sering digunakan untuk uji oksidasi lemak atau minyak. Metode iodometri yang paling banyak digunakan untuk menentukan angka peroksida umumnya ditentukan dengan pengukuran banyaknya iod bebas dari larutan kalium iodida jenuh pada suhu ruang dari lemak atau minyak yang dipisahkan dalam pencampuran asam asetat dan kloroform. Iod bebas ditritasi dengna natrium thiosulfat standar. Angka peroksida sebagai indikator produk dasar oksidasi. Angka ini menyatakan milimol oksigen peroksida per kilogram lemak (Pomeranz & Meloan, 1987). Peroksida merupakan produk utama otooksidasi yang dapat diukur dengan teknik berdasarkan pada kemampuannya untuk melepaskan iodin dari kalium iodida atau untuk mengoksidasi ion fero menjadi feri. Kandungannya biasanya diistilahkan dengan miliekuivalen oksigen per kg lemak, yaitu sejumlah oksigen yang diserap atau peroksida yang dibentuk untuk menghasilkan ketengikan dari berbagi macam komposisi minyak (Fennema, 1985).
Lemak netral murni tidak berbau, tidak ada rasa, dan umumnya tidak berwarna. Warna dari lemak dan minyak alami adalah karena adanya pigmen-pigmen yang bercampur atau larut dalam lemak. Lemak tidak larut dalam semua pelarut berair tetapi langsung larut dalam benzena, eter, kloroform, alkohol panas, dan pelarut organik lainnya. Asam lemak rantai pendek dapat larut dalam air dan semakin panjang rantai asam-asam lemaknya semakin berkurang daya kelarutannya dalam air. Bila lemak dibiarkan dalam waktu yang lama kontak langsung dengan udara dan lembab, khususnya ada cahaya dan panas, akan terjadi perubahan menjadi tengik. Perubahan ini terjadi karena proses oksidasi dan proses ini akan dipercepat dengan adanya logam-logam yang bersifat katalisator seperti Zn, Cu (Soedarno & Girindra, 1988).
Kerusakan lemak pada daging ikan dapat terjadi karena oksidasi, baik secara oto-oksidasi (enzimatis) maupun secara non enzimatik. Pemeriksaan kerusakan lemak dapat dikerjakan dengan memeriksa kandungan peroksidanya atau jumlah monaldehida yang bisanya dinyatakan sebagai angka TBA (thiobarbituric acid) (Hadiwiyoto, 1993). Selama penggorengan dengan suhu tinggi, minyak mengalami hidrolisis menjadi asam lemak bebas dan gliserol dan selanjutnya gliserol akan terdehidrasi menjadi senyawa akrolein (Bennion & Hughes, 1975). Lemak yang telah terhidrogenasi, titik asapnya akan meningkat karena lebih stabil terhadap pemanasan. Contoh produk hasil hidrogenasi lemak tumbuhan adalah margarin (deMan, 1997).
Lemak yang mengalami ketengikan akan mengandung senyawa aldehid dan kebanyakan berbentuk malonaldehid. Banyaknya malonaldehid dapat ditentukan melalui proses destilasi. Malonaldehid yang terbentuk kemudian direaksikan dengan Thiobarbiturat, sehingga terbentuk senyawa komplek yang berwarna merah. Intensitas warna merah sebanding dengan jumlah malonaldehid dalam suspensi. Pengukuran intensitas warna merah ini dapat dilakukan dengan menghitung abosbansinya dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 528 nm. Semakin besar angka TBA maka semakin tengik larutan yang diuji (Sudarmadji et al., 1989).
Penambahan antifoam bertujuan untuk mencegah terjadinya pembentukan buih. Pemanasan pada suhu tinggi akan mempercepat proses autooksidasi sehingga akan terbentuk polimer. Pembentukan polimer tersebut akan mengakibatkan kekentalan minyak menjadi naik yang nantinya dapat meningkatkan pembentukan buih pada minyak (deMan, 1999).
ALAT / BAHAN :
Alat :
1. Neraca
2. Erlenmeyer Asah
3. Buret
Bahan :
4. Minyak
5. CH3COOH 96%-100%
6. C2H5OH 96%
7. CHCl3 (chloroform)
8. KI
9. Aquadest ( panas)
10. Tio 0,02N
11. Kanji
CARA KERJA :
- Minyak 10g
1.Ditimbang secara teliti dalam Erlenmeyer asah
2.Ditambahkan 30 mL larutan bilangan peroksida
3.Setelah larut ditambahkan KI 10 gram
4.Didiamkan selama 30 menit di tempat yang gelap sambil dihomogenkan setiap 5 menit
5.Ditambahkan 50 mL air bebas oksigen
6.Dititrasi dengan larutan tio 0,02 N menggunakan indicator kanji (a mL ) dibandingkan juga dengan blanko ( b mL )
- Data
PENGAMATAN :
1. volume sampel : 21,00 mL (a)
2. Volume Blanko : 0,2 mL (b)
3. Mg sampel : 10,0143
4. Warna larutan sampel sebelum dititrasi :
a. Sebelum penambahan indicator : coklat
b. Setelah penambahan indicator : hitam
5. Warna larutan setelah titik akhir : Tidak bewarna
6. Indikator : Kanji
7. N tio : 0,0200 N
PERHITUNGAN :
KESIMPULAN :
Dari hasil perhitungan dapat disimpulkan bahwa kadar bilanagan peroksida minyak adalah 33,23 %
DAFTAR PUSTAKA :
MAKASSAR, 26 / 10 / 2013
GURU PEMBIMBING PRAKTIKAN
( ABDUL MUIZ PATTA ) ( NURSYAMSUDUHA)